SELAMAT DATANG DI BLOG MAS JUWAINI http://masjuwaini1.blogspot.com

Minggu, 03 November 2013

CANDI DI KABUPATEN NGANJUK

Candi Ngetos. Barangkali candi ini sudah begitu populer bagi kalayak Nganjuk dan sekitarnya. Candi Ngetos merupakan sebuah candi penting dari era Majapahit yang terletak di kawasan Kabupaten Nganjuk. Candi Ngetos terletak di lereng utara Gunung Wilis dan secara administratif berada di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos. Setelah sekian lama kami mendengar mengenai ketenaran candi ini, akhirnya pada perjalanan kali ini kami berkesempatan untuk menyambanginya. Oke.. sebelum bercerita lebih jauh, terlebih dahulu akan kami ceritakan kronologi perjalanan ini. :D
road to candi ngetosSeperti biasanya, perjalanan kami selalu diawali dari Blitar. Perjalanan dari Blitar ke Candi Ngetos di Nganjuk lumayan jauh. Jika ditarik garis lurus saja, jaraknya sudah hampir 60 km, itu belum jarak real yang harus kami tempuh lho.. Okelah kami berangkat pagi biar gak kesiangan sampai di tujuan. Mengawali perjalanan pada pukul 09.00 WIB, kami estimasikan sampai di tujuan pada pukul 11.00 WIB. Syukurlah berkat kondisi jalan yang sudah aspal mulus, akhirnya kami bisa sampai di tujuan lebih awal.
Rute yang kami lalui adalah rute standar untuk menuju Nganjuk, rute ini sangat mudah diikuti. Berikut rincian rute dari Blitar menuju Candi Ngetos: Blitar – Srengat – Kediri – Pace (Nganjuk) – Berbek – Ngetos. Poin penting rute ini adalah pada pertigaan Kantor Camat Pace, dari pertigaan tersebut rute yang tercepat berada pada percabangan sebelah kiri. Dengan menyusuri rute tersebut kami sampai di Berbek. Dari Berbek kami melanjutkan perjalanan ke arah Sedudo, tapi tidak sampai jauh kami sudah menjumpai plang menuju Candi Ngetos. Dengan mengikuti petunjuk dari plang tersebut akhirnya kami sampai di Candi Ngetos.
Candi Ngetos
Tidak perlu terlalu mblusuk untuk mencari candi ini, karana lokasinya berada dipinggir jalan. Candinya gede, merah pula. Pokoknya mencolok banget. Hehehe :D Sayangnya area candinya sempit, sehingga agak sulit untuk mendapatkan angle yang pas buat foto. Hem.. ndak apa deh, difoto sebisanya.
candi ngetos nganjuk (1)
candi ngetos nganjuk (4)
candi ngetos nganjuk (2)
candi ngetos nganjuk (3)
arca candi ngetosCandi Ngetos merupakan candi langgam Jawa Timur dengan ciri-ciri sebagai berikut: bentuk bangunannya ramping, tersusun dari batu bata, dan insyaAllah menghadap ke barat (maaf kemarin gak bawa kompas, jadi cuma perkiraan). Kondisi candi ini sudah rusak, bentuk tubuh candi yang bisa terlihat sekarang sebagian merupakan hasil pemugaran, bisa dilihat banyak tambalan semen baru di sana-sini. Atap candi ini juga sudah hilang, sehingga bentuk asli candinya belum bisa diketahui. Kerusakan-kerusakan ini sebenarnya wajar, mengingat bahan penyusun candi ini adalah bata, sehingga rentan mengalami kerusakan.
candi ngetos nganjuk (5)Salah satu ornament hiasan dinding yang masih tersisa
candi ngetos nganjuk       candi kalicilik blitar
Bentuk Candi Ngetos (kiri) mirip dengan Candi Kalicilik di Blitar (kanan), tapi tak ada kaitan yang erat antara kedua bangunan ini.
Latar sejarah mengenai Candi Ngetos belum banyak diketahui. Berdasarkan mitos yang berkembang, candi ini dipercaya sebagai tempat pendharmaan Hayam Wuruk, raja terbesar Majapahit yang bergelar Rajasa Negara. Yang mendirikan candi ini adalah paman Hayam Wuruk, yakni Raja Ngabei Siloparwoto dengan patihnya bernama Raden Bagus Condrogeni/ Condromowo dari kerajaan vassal Majapahit yang bernama Ngatas Angin (sekarang di sekitar Nganjuk). Candi ini didirikan di lereng Gunung Wilis yang merupakan salah satu gunung suci di tanah Jawa. Pendirian candi yang terletak di lereng gunung dimaksudkan agar bangunan suci berada lebih dekat dengan kediaman para dewa. Karena menurut kepercayaan pada masa silam, puncak gunung merupakan kediaman para dewa.
puncak candi ngetos (1)
puncak candi ngetos (2)Puncak Candi Ngetos dengan Background Gunung Wilis
Kisah yang kami sampaikan di atas memang sebatas mitos, namun ada yang menarik dari mitos tersebut, yakni adanya peranan tokoh Raden Condromowo. Dalam mitos yang lain dikisahkan Condromowo dari Ngatas Angin merupakan saudara dari Prabu Kelono Jati Kusumo dari Kerajaan Bantar Angin (kerajaan vassal Majapahit di Lodoyo Blitar). Wah-wah berdasarkan mitos ini ternyata Blitar dan Nganjuk adalah bersaudara. Hehehe.. rasanya jadi gimana gitu.. Perjalanan kami ke Candi Ngetos jadi serasa mengunjungi saudara sendiri.
Mitos Ngatas Angin ini sepertinya memang sudah lekat dengan Nganjuk, dimana kabupaten ini juga sering disebut kota angin. Entah berkaitan atau tidak tapi ini memang keren.
Setalah merasa cukup akhrinya kami putuskan untuk menyudahai perjalanan ini. Kami pun pulang dengan rute yang sama seperti saat kami berangkat tadi. Ketika melintasi Berbek kami bermaksud untuk Shalat Dzuhur, kebetulan ada Masjid, kami mampir deh. Ndak nyangka kami dapat BONUS perjalanan di sini. :D
Masjid Al Mubaarok Berbek
Pada plang Masjid yang kami jumpai, tertulis keterangan yang berbunyi makam Pangeran Njimat. Wah.. Sepertinya Masjid ini bukan Masjid biasa. Okelah kita mampir. :D
masjid al mubaarok berbek nganjukDugaan kami benar. Setalah masuk ke pelataran Masjid kami menjumpai sebuah yoni. Wow keren.. ternyata ini adalah Masjid kuno yang menyimpan bukti akulturasi Islam Hindu. Keberadaan yoni pada Masjid ini tetap terpelihara dan dimanfaatkan sebagai jam matahari untuk menentukan waktu Shalat. Wah jadi kagum nih, ternyata di era modern ini masih ada sisa-sisa bukti awal penyebaran Islam yang pluralis di Jawa.
yoni masjid al mubaarok berbek nganjukSebenarnya di belakang Masjid masih dapat dijumpai beberapa benda cagar budaya, tapi kami agak sungkan mau blusukan ke dalam, mengingat ini adalah tempat Ibadah.
Setelah melewati tengah hari di Masjid ini, akhirnya kami putuskan untuk segera bertolak ke Blitar. Perjalanan kali ini benar-benar memuaskan hati, selain kami dapat mengetahui Candi Ngetos dan mitos Ngantas Angin-nya, kami juga dapat bonus di Masjid Al Mubaarok. Akhrinya kami tutup perjalanan ini dengan rasa puas. :D
Tulisan terkait candi lain di Nganjuk:
——————————————————————————————————————————————-
Writer : Galy Hardyta
Revisi terakhir : -

Anjuk Ladang di Sepenggal Perjalanan

Participant : Galy, Koje
Perjalanan Blitar-Jogja memang sudah biasa kami alami, terutama bagi saya dan Koje yang memang kuliah di Jogja. Tapi ada yang berbeda dalam perjalanan ini di mana kami mencoba mampir ke salah satu spot menarik di Nganjuk. Mungkin karena masih dalam suasana libur awal tahun 2012, sehingga kami bisa meluangkan waktu tanpa kuwatir kemalaman tiba di Jogja. Spot yang kami pilih dalam perjalanan ini adalah Candi Lor yang secara administratif berada di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Nganjuk, Jawa Timur.  Alasan mengapa kami memilih spot ini karena lokasinya berada tak jauh dari jalan Kediri-Nganjuk yang tentunya dilalui oleh kendaraan umum.
Dengan biaya Rp 15.000,- kami tinggal ungkang-ungkang kaki tanpa harus memikirkan rute mana yang akan dipilih. Asal nanti sudah terlihat sepuah Pohon Kepuh yang tumbuh pada tumpukan bata merah berarti kami sudah harus menepi. Tapi menunggu penampakan pohon tersebut ternyata sangat lama. Baru setelah satu setengah jam ngobrol ngalor-ngidul ga jelas akhirnya tanda-tanda itu terlihat juga. Tanpa basa-basi kami pun segera menepi dan berpamitan pada mas Kondektur hehehe. Perjalanan pun kami lanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 300 meter menuju lokasi candi.
Setiba di lokasi, bapak juru kunci Candi Lor langsung menyambut kami dengan ramah. Sebelumnya kami dipersilahkan untuk mengisi buku tamu terlebih dahulu, tapi karena tidak mau buang-buang waktu kami pun berbagi tugas. Juru kunci saya yang menghadapi sedangkan Koje langsung eksplor ke bangunan candi.
Disatu sisi Koje sudah kemput penekan ke atas candi, saya masih tertahan oleh penjelasan bapak juru kunci. Tapi berkat ini kami menjadi sedikit lebih tau tentang latar belakang pendirian Candi Lor. Terlebih dahulu kita ketahui bahwa keberadaan Candi Lor cukup penting karena merupakan salah satu bukti peninggalan Dinasti Isyana. Dinasti tersebut didirikan oleh Pu Sindok dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno (Medang) dari Jawa Tengah. Berita mengenai Candi Lor dimuat dalam prasasti Anjuk Ladang keluaran Sri Maharaja Pu Sindok Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa. Dalam prasasti berangka tahun 895 Saka / 937 Masehi tersebut disebutkan mengenai Jayastamba, yakni tugu peringatan atas kemenangan Pu Sindok terhadap musuhnya dari Melayu. Keberadaan bangunan tersebut memiliki arti penting bagi Nganjuk. Hal tersebut terkait dengan anugrah Sima yang diberikan oleh Pu Sindok kepada Desa Anjuk Ladang, sehingga desa tersebut bebas dari pajak tetapi berkewajiban untuk merawat bangunan suci Jayastamba. Tanggal penetapan Sima tersebut kini diperingati sebagai hari jadi Nganjuk setiap tanggal 10 April. Keterangan tambahan yang kami peroleh dari juru kunci adalah mengenai tokoh-tokoh lain yang membantu Patih Sawung Logo (Pu Sindok sebelum menjadi raja) untuk mendirikan Candi Lor. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah Rakyan Baliswara, Rakyan Sahasra, Rakyan Kanuruhan serta abdi kinasihnya Eyang Kerto dan Eyang Kerti. Makam Eyang Kerto dan Eyang Kerti hingga kini masih dapat dijumpai di sebelah barat candi.
Selain latar sejarah, bapak juru kunci juga menjelaskan mengenai posisi Candi Lor saat ini. Meskipun sudah menjadi salah satu obyek wisata di Nganjuk, tetapi candi ini masih sering digunakan untuk berbagai ritual terkait kepercayaan. Kebetulan saat itu sedang ada pengunjung yang ingin nyadran di Candi Lor sehingga kami sempat mendengar syarat-syarat perlengkapannya. Syarat-syarat tersebut antara lain: membawa bunga (bisa bunga tujuh rupa), membawa dupa (bisa kemenyan), bertafakur di lokasi candi minimal dua jam (biasanya dilakukan di bagian bilik candi). Setelah dirasa cukup saya pun bergegas menyusul Koje mengeksplor sudut-sudut Candi Lor.
Selain bata merah di lokasi Candi Lor juga dapat dijumpai beberapa komponen yang berbahan dasar batu andesit. Komponen-komponen tersebut terdiri dari batu candi, pecahan yoni, dan ambang pintu. Arca Ganesa dan Siwa Mahadewa yang dipaparkan dalam papan keterangan tidak dapat lagi kami jumpai. Mungkin arca-arca tersebut tersimpan di Museum Anjuk Ladang. Karena penasaran kami segera berpamitan pada bapak juru kunci kemudian melanjutkan perjalanan ke Museum Anjuk Ladang.
Masih munggunakan jasa angkutan umum, kami pun melanjutkan perjalanan ke Museum Anjuk Ladang yang lokasinya tidak jauh dari Terminal Nganjuk. Setiba di terminal kami langsung meluncur ke TKP. Eh ternyata Museumnya lagi tutup.. Hass…
Ya sudah lah.. Sepertinya maen-maennya harus disudahi sampai disini, sudah saatnya kami melanjutkan perjalanan kami yang tertunda. Semoga disepenggal perjalanan selanjutnya kami dapat menuntaskan rasa penasaran itu. Sampai jumpa lagi bumi Anjuk Ladang.
Tulisan terkait candi lain di Nganjuk:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar